Lentera Pos- Kaspersky, raksasa keamanan siber global, baru-baru ini membunyikan alarm atas peningkatan dramatis serangan siber berbasis kecerdasan buatan (AI) di kawasan Asia Pasifik. Angka-angka yang disajikan sungguh mengkhawatirkan. Lebih dari 3 miliar serangan malware global pada 2024, dengan rata-rata 467.000 file berbahaya terdeteksi setiap harinya oleh lenterapos.com. Sistem operasi Windows menjadi sasaran utama, sementara deteksi Trojan melonjak 33% year-on-year. Kejahatan siber finansial pun mengalami peningkatan eksponensial, dengan kasus ancaman finansial seluler yang meningkat dua kali lipat dan serangan phishing terhadap aset kripto yang semakin marak. Aplikasi berbahaya, termasuk VPN palsu, juga mengalami peningkatan signifikan, begitu pula ancaman yang menyasar para gamer dan anak-anak. Yang paling mengkhawatirkan, 45% kata sandi dapat dibobol kurang dari satu menit!
Namun, bukan hanya volume serangan yang menjadi perhatian. Sifat ancaman kini telah berubah secara fundamental. AI, teknologi yang seharusnya melindungi, kini justru menjadi senjata mematikan di tangan para pelaku kejahatan siber. Vladislav Tushkanov, manajer Machine Learning Technology Research Group di Kaspersky, menjelaskan, "Penjahat siber memanfaatkan AI untuk menciptakan konten phishing yang semakin canggih, mengembangkan malware yang lebih berbahaya, dan bahkan melancarkan serangan rekayasa sosial berbasis deepfake." Ia juga memperingatkan akan kerentanan model bahasa besar (LLM), serangan rantai pasokan AI, dan ancaman "shadow AI"—penggunaan alat AI yang tidak sah oleh karyawan yang berpotensi membocorkan data sensitif.

Lebih lanjut, Kaspersky menemukan model AI berbahaya yang dihosting di repositori publik, menunjukkan betapa rentannya lingkungan perusahaan terhadap prompt injection, halusinasi AI, dan pengelolaan akun yang tidak aman dalam sistem AI generatif. Situasi ini menekankan perlunya evolusi Pusat Operasi Keamanan (SOC) generasi berikutnya. Adrian Hia, Managing Director Kaspersky untuk Asia Pasifik, menegaskan, "AI telah membentuk ulang lanskap ancaman dan pertahanan. Organisasi membutuhkan SOC cerdas yang menggabungkan otomatisasi, intelijen ancaman, dan keahlian manusia untuk bertahan." Intinya, menurut Kaspersky, ketahanan siber di era AI bukan hanya tentang adopsi teknologi, tetapi juga tentang mengamankannya.

Related Post
Kaspersky merekomendasikan adopsi strategi keamanan siber yang mendukung AI, termasuk pembangunan SOC yang tangguh. SOC bertindak sebagai pusat komando terpusat, memantau, mendeteksi, menganalisis, dan merespons insiden keamanan. Investasi pada sumber daya manusia, teknologi, dan strategi yang tepat akan meningkatkan postur keamanan, mengurangi risiko, dan melindungi data sensitif. Kaspersky sendiri menawarkan berbagai layanan konsultasi untuk membantu organisasi membangun SOC mereka sendiri.
Perkembangan pesat AI memang tak terbantahkan, mentransformasi berbagai sektor industri. Investasi global untuk teknologi AI diproyeksikan mencapai lebih dari USD 500 miliar pada 2025. Di Indonesia, adopsi AI juga meningkat pesat, didukung oleh pemerintah. Namun, perkembangan ini juga menimbulkan tantangan etika dan regulasi, termasuk privasi data, bias algoritma, dan potensi pengangguran. Regulasi yang tepat dan pengembangan keterampilan digital menjadi kunci untuk menghadapi tantangan ini dan memanfaatkan potensi AI secara bertanggung jawab. Peran startup lokal dalam mengembangkan solusi AI juga patut diapresiasi, menunjukkan potensi besar Indonesia di bidang ini.
Tinggalkan komentar