Lentera Pos- Kasus keracunan massal yang menimpa ratusan siswa SMPN 1 Cisarua, Bandung Barat, usai menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Selasa (14/10), menjadi sorotan tajam. Kepala dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Panyandaan, Setia Wiguna M, akhirnya angkat bicara mengenai proses produksi makanan yang berujung petaka ini.
Setia menjelaskan bahwa proses memasak dilakukan sejak pukul 11 malam untuk mengejar waktu distribusi dini hari. "Dapur kami masak itu di jam 11 malam, dan kenapa jam 11 malam itu karena kami mengejar waktu sampai di jam 3 subuh, kemudian dengan proses pengemasan di jam 4. Jadi jadinya itu nunggu sejam untuk pendinginan," ujarnya di Posko SMPN 1 Cisarua. Dapur SPPG Panyandaan melayani ribuan porsi setiap harinya, tepatnya 3.649 porsi pada hari kejadian.

Dalam hal penyediaan bahan baku, SPPG Panyandaan bekerja sama dengan tiga pemasok berbeda, termasuk satu koperasi. Namun, terkait keluhan siswa mengenai daging ayam yang berbau bangkai, Setia mengaku masih melakukan evaluasi. "Untuk daging ayam itu sebenarnya masih evaluasi kami. Tapi pada saat barang datang itu bagus, fresh. Dan pengelolaan persiapan itu juga masih bagus juga. Karena saya sendiri juga mengecek tengah malam. Kan kita juga di lapangan tadi juga mengecek terkait kondisi daging ayam dan memang sangat bau gitu," jelasnya. Ia menekankan bahwa pihaknya selalu berupaya memastikan bahan baku dalam kondisi baik sebelum diolah.

Related Post
Dapur SPPG Panyandaan telah beroperasi sejak 24 Februari 2024, namun hingga kini belum mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). "Untuk sertifikat itu kami sudah suruh dijadwalkan tanggal 21 Oktober (baru pelatihannya)," kata Setia. Menu yang didistribusikan pada hari kejadian meliputi nasi putih, ayam black pepper, tahu goreng, tumis brokoli, dan buah melon.
Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, menyatakan bahwa kejadian ini merupakan yang kedua kalinya terjadi di wilayahnya. Sebelumnya, kasus serupa terjadi di Kecamatan Cipongkor dengan jumlah korban lebih dari seribu orang. Meski demikian, Jeje belum akan menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). "Saat ini saya belum memutuskan untuk memiliki status KLB. Karena memang pemulihan ini lebih cepat dari yang di Cipongkor. Yang pasti fokus kami dari Pemda ya penanganan pasien itu yang paling utama buat kami," ujarnya.
Jeje mengaku belum sempat meninjau langsung dapur penyedia makanan MBG tersebut. "Ini saya belum ngecek langsung ke lokasi. Saya pengen juga kesana supaya lebih tahu dapurnya seperti apa. Yang pasti mungkin di-stop dulu dapurnya," katanya. Pihak berwenang masih terus melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab pasti keracunan massal ini.
Tinggalkan komentar