Lentera Pos- Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan tegas membantah tudingan bahwa penetapan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sebagai tersangka dilakukan tanpa dasar yang kuat. Bantahan ini disampaikan dalam sidang praperadilan yang diajukan oleh Nadiem di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/10). Jaksa penuntut umum menyatakan bahwa penetapan status tersangka Nadiem didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah, bahkan mengklaim memiliki hingga empat alat bukti yang mendukung.
Dalam eksepsinya, jaksa mengungkapkan bahwa alat bukti tersebut meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat, dan bukti elektronik. Sebanyak 113 saksi, termasuk Nadiem sendiri sebelum ditetapkan sebagai tersangka, telah dimintai keterangan. Selain itu, Kejagung juga telah meminta pendapat dari berbagai ahli, termasuk ahli keuangan negara, ahli administrasi negara, ahli pengadaan barang dan jasa, serta ahli hukum pidana.

Kejagung juga mengklaim memiliki bukti dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menunjukkan adanya kerugian negara dalam proyek pengadaan Chromebook. Hasil ekspose antara penyidik dan auditor BPKP menyimpulkan adanya perbuatan melawan hukum dalam pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Related Post
Dengan bukti-bukti tersebut, penyidik akhirnya menetapkan Nadiem sebagai tersangka. Kejagung menegaskan bahwa penetapan tersangka Nadiem telah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Setelah Nadiem diperiksa sebagai saksi dan alat bukti lainnya diperoleh, penyidik melakukan proses penetapan tersangka.
Kasus ini bermula dari penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022. Selama periode tersebut, Kemendikbud mengadakan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah-sekolah di Indonesia, khususnya di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), dengan total anggaran mencapai Rp9,3 triliun.
Pengadaan laptop ini menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook, yang dinilai memiliki banyak kelemahan dan tidak efektif untuk sarana pembelajaran di daerah 3T karena keterbatasan akses internet.
Selain Nadiem, Kejagung juga menetapkan empat tersangka lainnya, yaitu Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021, Mulyatsyah; Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih; Mantan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan; dan Mantan Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.
Akibat perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp1,98 triliun, yang terdiri dari kerugian akibat Item Software (CDM) sebesar Rp480 miliar dan mark up harga laptop sebesar Rp1,5 triliun. Kasus ini masih terus bergulir dan menjadi perhatian publik.
Tinggalkan komentar