Lentera Pos- Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengambil langkah signifikan dalam upaya pembenahan institusi kepolisian dengan membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2008, Jimly Asshiddiqie, didapuk sebagai ketua komisi yang beranggotakan tokoh-tokoh penting lintas sektor ini. Pelantikan komisi tersebut berlangsung di Istana Kepresidenan Jakarta pada hari Jumat (7/11), menandai komitmen pemerintah dalam mewujudkan Polri yang lebih profesional dan akuntabel. Keputusan pembentukan komisi ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 122 P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Keanggotaan Komisi Percepatan Reformasi Polri.
Komisi yang beranggotakan 10 orang ini diisi oleh figur-figur berpengaruh, termasuk mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, serta tiga mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), yaitu Tito Karnavian, Idham Azis, dan Badrodin Haiti. Selain itu, terdapat pula Penasihat Khusus Presiden Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) dan Reformasi Polri Ahmad Dofiri, Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra, Wamenko Kumham Imipas Otto Hasibuan, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Keberadaan nama-nama besar ini diharapkan dapat memberikan perspektif yang komprehensif dan solusi yang efektif dalam proses reformasi Polri.

Jimly Asshiddiqie mengungkapkan bahwa rapat perdana komisi akan dilaksanakan di Markas Besar (Mabes) Polri pada hari Senin (10/11). Setelah menerima arahan dari Presiden Prabowo, Jimly menargetkan komisi ini dapat bekerja secara optimal dan menghasilkan laporan awal dalam waktu minimal tiga bulan, meskipun tidak ada batasan waktu yang ditetapkan secara eksplisit. Ia juga menekankan bahwa komisi ini akan bersinergi dengan tim reformasi kepolisian internal Polri yang telah dibentuk sebelumnya oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Related Post
Lebih lanjut, Jimly menyatakan bahwa komisi ini terbuka terhadap berbagai ide dan perubahan yang diperlukan untuk memperbaiki sistem kepolisian. Bahkan, ia tidak menutup kemungkinan adanya perubahan peraturan perundang-undangan jika dianggap perlu demi mewujudkan reformasi yang komprehensif. "Artinya kita masih terbuka, nih. Jadi ide-ide untuk perubahan, perbaikan apa saja itu nanti, bilamana perlu itu terpaksa mengubah undang-undang. Gitu kira-kira," jelas Jimly, seperti yang dilansir lenterapos.com. Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melakukan reformasi Polri secara menyeluruh dan berkelanjutan.









Tinggalkan komentar